Puisi: Ibadah Doa Ia yang Kafir

Dari pikiran kopong.  Dan iman yang melompong kosong.  Tanya yang keronta oleh jawaban.  Kesal ya memengkak leher.  Melihat juga mendengar.  Khalayak tanpa busana.  Berjalan dengan kepala menengadah keatas.  Berdiri dengan congkak Bersuara dengan lantang  Tanpa ketakutan  Mati dan penderitaan hanya ilusi Ilusi dari siklus kehidupan.  Sampai satu masa...  Sukar dan sempit itu datang  Tak ada lagi kepala yang mendongak keatas Suara lantang itu mulai redup Kecongkakan runtuh melebur  Tidakkah hari-hari mendengar  Impiannya sebagai matahari  Namun saat itu ia malah menjauhi rotasi Bersembunyi dan membiarkan bintang lain mengganti Kelabu malam datang... Seseorang duduk bersimpuh Lengan yang merapat  Ditutup sujud  Dengan ucapan  Mantra yang dibalut sesal dan kalut Oh tidak-kah begitu naif "Bagiku untuk bersujud lalu memohon ampunan, Atas dosa yang berulang dilakukan"  "Nampaknya berbohong adalah ha...

OPHELIA

 

OPHELIA

Pena jadi pikiran

Kertas jadi suara

Tak pernah mudah 

Dan tak pernah merdu

Aku rasa

Tapi telinga ini... 

senantiasa mendengar 

Mata ini... 

selalu melihat

Dan akal ini... 

Tak pernah buntu untuk carikan jalan 

Dengan itu

Aku tak pernah takut untuk berlayar

Bahkan menyelam sampai palungnya

Maka...

Diatas samudra biru yang luas

Aku berucap 

Dari setiap kebahagian 

Yang belum kau dapat

Semoga tergantikan 

Dari setiap sakit 

Yang menyeruak dalam dada

Semoga lekas disembuhkan

Lalu atas setiap keraguan 

Dengan iringan mata yang berbinar

Rasa yang selalu mengalun

Tanpa tahu pulang kemana 

Ucapkan salam 

Dan pulang lah aku menunggu dirumah

Dalam kegelapan dan kedalaman 

Palung yang dalam 

Suara bersatu menjadi buih diatas lautan

Semoga tersampaikan

Kala kau datang lagi ke pesisir pantai

Kegelapan ini mengambil 

Daya indra ku

Tapi...

Aku bisa melihatmu 

Aku bisa merasakannya  

Aku mengerti gelisah mu lewat suara air

Yang mengendap ketika dipijak

Maka...

Teriak lah

Agar aku bisa berenang dengan cepat untuk merangkul mu

Menangislah yang kencang 

Agar dengan gelisah aku pergi dari palung ini 

Menemui mu

Lalu mengusap kepalamu

Diatas sampan

Sambil mendongak keatas langit 

Sering agaknya aku mengingat 

Bagaimana tingkah lucu

Canda gurau 

Celetukan bicara 

Dengan tawa disetiap selanya

Ingatan yang seketika datang

Mengangkat mulut serta kepala ke atas

Seketika membuat visual yang nyaris nyata

Kita ada di sampan itu bersama 

Tak utama samudra mana yang paling indah dan berkesan

Tak dikira Palung mana yang lebih dalam 

Karena sering kali 

Dengan ribuan kali

Aku datang dan pergi

Kamu yang terus aku lihat

Pulanglah

Bukankah perempuan kecil

Harus makan lalu mandi

Setelah dan sebelum bermain 

Bermain lah terus aku menjagamu

Berlari 

Menari lah

Jangan takut luka 

Karena segera akan ku bawakan obat

Tangkap setiap kupu-kupu 

Yang menarik dan kau kagumi

Nanti... 

kita bersama akan buatkan rumahnya





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gadis di Semenanjung Timur

Puisi: Intricatus

PHILOGINIS