Puisi: Ibadah Doa Ia yang Kafir

Dari pikiran kopong.  Dan iman yang melompong kosong.  Tanya yang keronta oleh jawaban.  Kesal ya memengkak leher.  Melihat juga mendengar.  Khalayak tanpa busana.  Berjalan dengan kepala menengadah keatas.  Berdiri dengan congkak Bersuara dengan lantang  Tanpa ketakutan  Mati dan penderitaan hanya ilusi Ilusi dari siklus kehidupan.  Sampai satu masa...  Sukar dan sempit itu datang  Tak ada lagi kepala yang mendongak keatas Suara lantang itu mulai redup Kecongkakan runtuh melebur  Tidakkah hari-hari mendengar  Impiannya sebagai matahari  Namun saat itu ia malah menjauhi rotasi Bersembunyi dan membiarkan bintang lain mengganti Kelabu malam datang... Seseorang duduk bersimpuh Lengan yang merapat  Ditutup sujud  Dengan ucapan  Mantra yang dibalut sesal dan kalut Oh tidak-kah begitu naif "Bagiku untuk bersujud lalu memohon ampunan, Atas dosa yang berulang dilakukan"  "Nampaknya berbohong adalah ha...

Puisi: Dionesis Fasis dan Narsis



Senja ini di ruang semu. 

Suara riuh yang memengkakkan telinga. 

Ke herananan yang makin hari menjadi sebuah kegelisahan. 

Diskusi dan obrolan-obrolan tak bermakna yang ditunjukan sebagai perlawanan. 

Dengan nampak dan terdengar jelas sekali gaungan pembicara menghantarkan kata cinta yang diselimuti oleh kepentingan. 

Kata-kata cinta yang dijadikan sebuah propaganda untuk saling menghilangkan dan menghancurkan. 

Pendominasian kelompok, kekuasaan kelompok sepertinya sangatlah berharga dari pada nilai kemanusiaan. 

Itu tidak menakjubkan bahkan badankupun tidak begeming kagum atas pencapaian itu namun Sungguh ironisnya penderitaan membawa mu sampai keluar ruang kemanusiaan dirimu sendiri. 

manusia yang menyedihkan dan penuh penderitaan karena sadarnya akan kemampuan sehingga cintalah yang dijadikan istrumen dalam mecekoki manusia-manusia awam. 

Pria kecil seraya berkata kita kuatkan cinta ditengah-tengah kita agar tidak ada siapapun yang merusaknya. 

yang kau maksud, apakah apapun yang merusak jalan untuk mencapai tengkuk kekuasaan, jadi orang dominan dan bisa dipandang orang lain? 

Namun mudah-mudahan itu tidak demikian ya kawan. 

Malam datang diruang hampa. 

Bising suara berbalas tawa. 

Meng angung-agungkan kampuan diri yang bersifat fiksi, penginterpensian yang tajam dengan tertawaan yang merendahkan. 

Entah kontruksi akal yang sukar nampaknya membuat manusia demikian terus saja hidup dan jadi hal yang usang. 

Sungguh kasihan namun itu cuman kesia-sian terhadap nurani dan suatu pemborosan pada hal yang rusak. 

Menciptakan Eksistensi dengan mengadili Eksistensi orang lain harusnya bukan sebuah kebanggaan. 

Bebaslah bereksistensi namun jangan hakimi Eksistensi orang lain, akuilah bahwa sanya kita sama namun pada dasarnya dengan potensi yang berbeda. 

Kakek tua berkata padaku, manusia adalah manusia ketika dia mampu meng aktualisasi keluhuran budi dan kebahagiaan pada setiap tindakannya. 

Satu sisi kebahagian yang menghidupkan nilai estetis da satu sisi lainnya menghidupkan nilai etis. 

Ini berbicara keseimbangan, ya..... keseimbangan yang sering kali dijadikan ketidakmungkinan. 

Sebuah Idea ketidakmungkinan para pemikir-pemikir sempit.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gadis di Semenanjung Timur

Puisi: Intricatus

PHILOGINIS