Puisi: Ibadah Doa Ia yang Kafir

Dari pikiran kopong.  Dan iman yang melompong kosong.  Tanya yang keronta oleh jawaban.  Kesal ya memengkak leher.  Melihat juga mendengar.  Khalayak tanpa busana.  Berjalan dengan kepala menengadah keatas.  Berdiri dengan congkak Bersuara dengan lantang  Tanpa ketakutan  Mati dan penderitaan hanya ilusi Ilusi dari siklus kehidupan.  Sampai satu masa...  Sukar dan sempit itu datang  Tak ada lagi kepala yang mendongak keatas Suara lantang itu mulai redup Kecongkakan runtuh melebur  Tidakkah hari-hari mendengar  Impiannya sebagai matahari  Namun saat itu ia malah menjauhi rotasi Bersembunyi dan membiarkan bintang lain mengganti Kelabu malam datang... Seseorang duduk bersimpuh Lengan yang merapat  Ditutup sujud  Dengan ucapan  Mantra yang dibalut sesal dan kalut Oh tidak-kah begitu naif "Bagiku untuk bersujud lalu memohon ampunan, Atas dosa yang berulang dilakukan"  "Nampaknya berbohong adalah ha...

Semiotrik




Petang sampai malam

Kepala alas, kaki jadi atap

Gemuruh rusuh dalam kepala 

Senyap kaku dalam badan


Ruang gelap 

Lorong yang panjang, cahaya redup tundukan kepala

Pada siapa aku pulang dan berlindung 

Atap rubuh kalang kabut jiwaku


Peluit arogansi... 

Tidak, mati jiwaku sekarang 

Setiap pintu kusut

Benang-benang merah yang tak kunjung tertenun

Jahitan dan sobekan tak kunjung tertutup 


Baca saja... 

Sekelebat resah tertanam dalam pikiran 

Bajingan untuk semuanya 

Penanda yang menghilangkan petanda

Raib digondol sandikala


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gadis di Semenanjung Timur

Puisi: Intricatus

PHILOGINIS