Puisi: Ibadah Doa Ia yang Kafir

Dari pikiran kopong.  Dan iman yang melompong kosong.  Tanya yang keronta oleh jawaban.  Kesal ya memengkak leher.  Melihat juga mendengar.  Khalayak tanpa busana.  Berjalan dengan kepala menengadah keatas.  Berdiri dengan congkak Bersuara dengan lantang  Tanpa ketakutan  Mati dan penderitaan hanya ilusi Ilusi dari siklus kehidupan.  Sampai satu masa...  Sukar dan sempit itu datang  Tak ada lagi kepala yang mendongak keatas Suara lantang itu mulai redup Kecongkakan runtuh melebur  Tidakkah hari-hari mendengar  Impiannya sebagai matahari  Namun saat itu ia malah menjauhi rotasi Bersembunyi dan membiarkan bintang lain mengganti Kelabu malam datang... Seseorang duduk bersimpuh Lengan yang merapat  Ditutup sujud  Dengan ucapan  Mantra yang dibalut sesal dan kalut Oh tidak-kah begitu naif "Bagiku untuk bersujud lalu memohon ampunan, Atas dosa yang berulang dilakukan"  "Nampaknya berbohong adalah ha...

CARUBAN


Aku merangkul mu...

Namun dengan itu sendi tulang sekaligus bubuk

Rasanya keadaan itu 

Sangat puasnya aku jika sekali saja menendang tengkulak mu

Aku tak lakukan itu 

Sering kali beberapa kali untuk setiap hari

Aku menepuk pundakmu

Tapi karena itu tulang tanganku yang hancur

Kala tamparan keras mulut musuh

Menjadi jelaga bagimu

Walaupun dengan tangan gemetar aku ulurkan untuk mu

Tapi sungguh maafkan aku

Ada dalam keadaan lumpuh ini 

Aku merasa kesulitan manarik mu

Putus tanganku

Ambil itu biarkan jadi bekal siangmu 

Kala lapar merasuk kedalam perut 

Tolong... sadari ini

Aku bukanlah orang yang baik

Atas apa yang kau pikir dan ingin

Aku jalang kecil

Yang merasa sakit kala di injak

Yang merasa marah ketika dijatuhkan

Dan merasa sedih kala di perangi

Aku bukan musuh mu

Namun jika demikian itu yang dipikir

Kali ini bukan hak ku

Menggunjing ataupun mengumpat

Membalas bahkan menginjak dada dan kepala

Dipikir inilah yang membuat jengah

Aku bukan musuhmu

Tapi kenapa kau memberangus ku

Aku bukan musuhmu

Tapi kenapa kau menghimpit ku dalam renja mu

temaram suram malam kelabu

Butuhkan lilin sebagai penuntun

Coba lihat ke timur sana, lapak lapuk ku... 

Barang kali kau ingin dijamu

Ku hidangkan apa-apa yang ada di gerabah itu

Makanlah

Lalu pulanglah

Tak usah beri apa-apa

Penerimaan maaf-pun sudah cukup

Kembali lah lagi ketika lapar aku akan menyambut mu

Dengan apapun kau berdoa dan siapapun tuhan yang kau sembah

Tuhan ku tak pernah menyuruhku untuk memakan daging yang dibuatnya dari tanah

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gadis di Semenanjung Timur

Puisi: Intricatus

PHILOGINIS