Puisi: Ibadah Doa Ia yang Kafir

Dari pikiran kopong.  Dan iman yang melompong kosong.  Tanya yang keronta oleh jawaban.  Kesal ya memengkak leher.  Melihat juga mendengar.  Khalayak tanpa busana.  Berjalan dengan kepala menengadah keatas.  Berdiri dengan congkak Bersuara dengan lantang  Tanpa ketakutan  Mati dan penderitaan hanya ilusi Ilusi dari siklus kehidupan.  Sampai satu masa...  Sukar dan sempit itu datang  Tak ada lagi kepala yang mendongak keatas Suara lantang itu mulai redup Kecongkakan runtuh melebur  Tidakkah hari-hari mendengar  Impiannya sebagai matahari  Namun saat itu ia malah menjauhi rotasi Bersembunyi dan membiarkan bintang lain mengganti Kelabu malam datang... Seseorang duduk bersimpuh Lengan yang merapat  Ditutup sujud  Dengan ucapan  Mantra yang dibalut sesal dan kalut Oh tidak-kah begitu naif "Bagiku untuk bersujud lalu memohon ampunan, Atas dosa yang berulang dilakukan"  "Nampaknya berbohong adalah ha...

Puisi: Hera dan Eris Dalam Satu Tubuh

  

Ia rumit

Masa kemasa dan waktu ke waktu

Aku begitu ingin memahami

Bagaimana pikirannya bekerja

Takan ia berikan pilihan

Yang jawabannya harus selalu ''iya"

Takan ia berikan cerita pendek

Bahkan sang sastrawan 

Shakespeare bisa menggelengkan lehernya

Jika aku ajak ia mendengar celotehanmu yang tak ada titik koma

Membredel hingga malam buta

"aku tadi begini... Aku tadi begitu... Bagaimana menurutmu, menyebalkan, dan lain-lain"

Jujur menyenangkan

Mendengarkan suara kaleng rombeng

Tak jelas rupa dan irama

Yang keluar dari moncong mulutnya

Namun... Maaf... 

kadang hati tak pernah berhati-hati

Untuk berucap

Sampai tato itu bertambah lagi satu

Mulai tato telapak tanganmu

Gigi depan yang seperti tikus

Itu Menjiplak diatas kulit-ku. 

Perempuan tak pernah salah

Bukan kah itu prinsipmu

Mungkin aku cerdas kala bicara pengetahuan 

Tapi aku kalah cerdik kala bermain perasaan

Akhirnya dengan sungkan dengan sedikit geraman

Dan bendera putih yang dipaksa berkibar

Aku me-minta maaf

"iya aku salah maaf ya" 

Tapi apa kau menerimanya 

Tentu tidak, kau malah terus lebih merajuk

Dengan akhir mendapatkan lebih banyak keuntungan

Bagi laki-laki pemalas

Yang mudah sekali tidur

Sedikit lambat dan bodo amat

Mendapatkannya terkadang jadi mimpi buruk

Setiap kali bangun

Aku terbiasa melamun berjam-jam 

Sembari minum kopi, teh ataupun susu

Dengan rokok di tangan kanan

Tingkahnya yang cekatan dan responsif membuat ku kehilangan momen itu

Sungguh nasib yang malang

Ya begini lah realitanya 

Nekad dan sering kali gegabah

Banyak bicara banyak juga keluh kesahnya

Tapi tenang, ini tetap menjadi hal menyenangkan

Menjadi hal yang seru untuk ditekuni

Entah sampai kapan, Mungkin... 

Sampai kepala pecah

Atau gila 

Bagaimana tidak kecemburuan-mu bahkan bisa lebih pekat daripada Hera

Ku sebut satu nama

Langsung saja Wajahmu memerah

Dengan mata terbelalak

Suasana mencekam dan disitu aku hanya bisa berdoa

"tuhan, jika ada iblis merasuki-nya maka tolong hilangkanlah ia dalam dirinya, atau bunuh saja bila perlu" 

Di lain sisi... 

suasana harmonis bisa saja dijadikan gelanggang perang cuman karna celotehan, pertanyaan sampai tindakan yang tak masuk akal

Lalu pertanyaanku satu apakah kau ini jelmaan Eris? Atau keturunannya? 

Karena nampak pertentangan dan perselisihan selalu terbesit di pelupuk pikiran

Rasanya jika tidak bertengkar untuk beberapa lama itu sungguh aneh, jawabnya

Tersentak lalu menghela nafas

Dan hembuskan

Itu cara yang hanya bisa dilakukan

Jika ingin selamat, jawabku


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gadis di Semenanjung Timur

Puisi: Intricatus

PHILOGINIS